Rabu, 25 Desember 2013

BALI AGA TENGANAN



RABU, 3 JUNI 2013

    KAJIAN ETNOGRAFI


DESA BALI AGA TENGANAN TANPA KASTA

A.    PENGANTAR
 Berbicara tentang  Pulau Bali banyak hal yang membuat kita tertarik. Meski hanya sebuah pulau yang memiliki wilayah tidak terlalu luas, namun letaknya yang di kelilingi lautan membuat tempat ini memiliki banyak tempat pariwisata. Seperti wisatawan dapat menikmati wisata tanah lot, pantai sanur dan masih banyak lagi. Tempat pariwisata di Bali ini, sudah terkenal sampai ke mancanegara. Bahkan bagi orang- orang luar negeri di jadikan suatu kebutuhan mengunjungi Pulau Bali ini, dengan segala macam tujuan mereka. Ini dapat di lihat dengan semakin banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Pulau Bali dari tahun ke tahun. Meski tidak hari libur tetap saja tempat wisata di Bali ini di penuhi oleh pengunjung. Apalagi di saat hari libur, sudah tentu tempat ini sesak pengunjung. Bagi mereka para pengunjung yang suka berpetualang atau pun yang suka melakukan penelitian fenomena sosial yang unik, dan mungkin di desa Bali pada umumnya kita akan jarang menemukannya. Karena kebanyakan orang saat berwisata ke Bali hanya mengunjungi tempat- tempat yang populer saja di Bali. Padahal di Balik semua itu, ada sebuah Desa di Bali yang sangat menarik untuk di kunjungi yang tak lain adalah Desa Bali Aga Tenganan.

B.     GAMBARAN UMUM BALI AGA TENGANAN
Fenomena itu bisa kita lihat bila kita berkunjung di Desa Bali Aga Tenganan. Desa ini masih tradisional dan masih memegang adat istiadat yang masih kental. Dan banyak keunikan yang terdapat di desa ini. Desa ini terletak di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem. Desa Tenganan ini, di apit oleh 3 buah bukit yaitu di bagian belakang, kanan, dan kiri desa. Dulu tak banyak orang yang tau tentang Desa Bali Aga Tenganan ini. Mungkin yang membuat desa ini tidak begitu terkenal karena awalnya memang tidak ada suatu di rencanakan untuk membuat desa ini sebagai sebuah desa wisata.
Dan juga awalnya pihak kepala desa tidak ingin desa ini mendapat pengaruh dari luar, karena di takutkan akan membuat  adat istiadat yang masih kental yang menjadi identitas Desa Tenganan ini, luntur. Dan juga di takutkan mengganggu ketentraman dan ketenangan warga desa. Namun, seiring perkembangan jaman desa ini mulai banyak di kenal orang. Mulai dari para wisatawan yang ingin melakukan penelitian, para pengunjung yang sekedar ingin menikmati pemandangan di sana ataupun yang ingin membeli kerajinan di sana, dan juga para mahasiswa yang ingin melakukan penelitian. Karena memang desa ini sangat bagus untuk di jadikan sebagai obyek penelitian.
Namun tidak sampai di situ saja. Desa Tenganan ini juga mendapat julukan sebagai  Desa Tenganan Pegringsingan. Karena disana terdapat kerajinan membuat kain grinsing. Yang mana kerajinan ini tidak di temukan di tempat lain. Selain itu Bali Aga Tenganan memiliki banyak keunikan lagi. Seperti di Bali Aga Tenganan ini menolak adanya retribusi bagi para pariwisatawan, tidak mengenal adanya sistem kasta, dan juga dalam merayakan hari Raya Nyepi berbeda dengan masyarakat Bali pada umumnya.

C.    ARTI  ISTILAH KASTA
Sistem kasta atau biasa di sebut kasta adalah jenis struktur sosial yang membagi masyarakat berdasarkan status sosial yang di wariskan. Uraian lebih luas ditemukan pada Encyclopedia Americana Volume 5 halaman 775; asal katanya adalah “Casta” bahasa Portugis yang berarti kelas, ras keturunan, golongan, pemisah, tembok, atau batas. Selain itu istilah “kasta” dalam sosiologi dapat di artikan sebagai stratifikasi sosial. Menurut Pitirin A. Sorokin stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas- kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah kelas- kelas tinggi dan kelas yang rendah.

D.    KEUNIKAN DESA TENGANAN
Biasanya kasta di Bali di gunakan sebagai pembeda antara satu golongan dengan golongan yang lain. Dengan adanya sistem kasta itu membuat antar golongan merasa paling berkuasa dan ada golongan yang di kuasai atau sebagai kelas bawah. Itu fenomena sosial yang kita lihat di Bali pada umumnya. Bila kita lihat di Bali Aga Tenganan fenomena itu tidak akan pernah kita jumpai. Penuturan dari bapak selaku kepala desa di Desa Tenganan, nenek moyang mereka dulu menganut kepercayaan Dewa Indra yang mana kepercayaan ini merupakan suatu kepercayaan yang masih murni belum mendapat campur tangan dari Majapahit.
Menurut mereka keadaan yang seperti ini akan membuat desa ini tetap damai jauh dari perselisihan, karena bila seseorang beranggap bahwa mereka sama, sederajat maka bentuk- bentuk  penindasan pada kaum yang lemah tidak akan terjadi. Karena merasa sama, dalam menjalani rutinitas sehari- hari banyak di lakukan secara gotong royong. Seperti saat akan melakukan sebuah upacara, antar penduduk saling bahu- membahu tanpa mempedulikan mana orang kaya dan mana orang miskin, mana pejabat tinggi dan mana orang biasa. Semua terlihat selaras. Pada saat melakukan upacara sehari- hari maupun upacara yang di lakukan hanya sebulan sekali atau setahun sekali pakaian adat yang mereka kenakan semuanya sama. Tidak terlihat pakaian yang mewah ataupun pakaian yang biasa.
Hanya saja antara pakaian yang di pakai untuk upacara yang besar dengan upacara yang di lakukan sehari- hari berbeda. Sudah ada penetapan antara pakaian yang di pakai saat upacara sehari- hari dan upacara yang sifatnya besar. Setiap jengkal tanah di sana adalah tanah milik desa baik di mulai dari pemukiman, hutan, kebun, dan sawah. Semua lahan yang ada adalah milik bersama dan di kelola bersama. Tidak ada hak kepemilikan pribadi. Semua warga desa berhak atas semua tanah yang ada di sana. Bagi mereka yang tidak memiliki lahan untuk tempat bertani ataupun berkebun akan di berikan sebuah lahan tanpa di kenakan biaya. Kebun dan lahan yang ada di kelola bersama dengan perbandingan 1:1 antara pemilik kebun atau lahan dengan pihak yang merawatnya. Biasanya pihak yang merawat kebun maupun lahan berasal dari luar Desa Tenganan. Tetapi meskipun pihak yang merawatnya tidak berasal dari dalam desa, warga desa dan pihak yang merawat sudah ada suatu kepercayaan.
Hingga bagi warga tidak ada perasaan curiga terhadap pihak yang merawat kebun maupun lahan mereka. Keserakahan yang akan merusak hubungan sosial di antara mereka sangat di hindari. Bila nanti panen maka akan di adakan sistem bagi hasil. Segala hal yang selalu di lakukan, yang di wujudkan dengan tindakan yang serba setara tidak lain untuk kesejahteraan warga Tenganan dan juga bagi penduduk luar yang bekerja untuk mereka. Keadilan di Desa Tenganan sangat di junjung tinggi. Selain itu penduduk Bali Aga Tenganan tanpa kasta dapat di lihat dari bentuk rumah yang ada di Desa Bali Aga Tenganan. Semua warga di Tenganan membuat rumahnya semua sama. Tiang rumah terbuat dari kayu , tembok  rumah juga dari kayu dan atapnya dari daun  rumbia.
Karena menurut penuturan kepala desa di sana seharusnya warga Tenganan bisa menggunakan atap dari genting tetapi bila menggunakan atap dari genting untuk membeli gentingnya jaraknya lumayan jauh dari Desa Tenganan. Untuk itu warga desa di sana memilih memakai daun rumbia. Selain itu, bila memproduksi genting dan bata merah sendiri di takutkan akan merusak kestabilan tanah. Yang setiap hari harus di ambil untuk pembuatan genting. Hanya aula yang di gunakan sebagai balai pertemuan yang di beri atap genting dan di tengahnya di buat seperti pure yang di keramatkan yang mana pure itu di buat dari bata merah. Bila diteliti lebih dalam, mungkin hanya terlihat sedikit perbedaan dalam hal luas rumah. Ada rumah yang terlihat agak lebih luas. Dan mungkin bagi warga yang memiliki penghasilan yang lebih tinggi di bandingkan yang lain bisa di lihat dari fasilitas yang ada di rumah mereka.
Seperti ada televisi, yang mungkin bagi sebagian warga ada yang tidak memiliki. Tetapi meski begitu, semua itu tidak di jadikan sebagai suatu ukuran yang dapat membedakan antara warga yang satu dengan warga yang lain. Karena kehidupan yang di jadikan patokan untuk seluruh warga masyarakat Tenganan adalah kehidupan yang tak mengenal kasta, maka dalam kehidupan mereka tidak ada rasa ingin menjadi yang paling baik. Apapun yang mereka miliki di anggap setara. Contohnya lagi dalam hal pekerjaan. Bagi seseorang yang mungkin lulusan dari perguruan tinggi,  bila dia menetap di luar Desa Tenganan mungkin orang itu bisa mencari pekerjaan yang sesuai dengan lulusan pendidikannya. Tetapi karena orang itu mungkin memilih untuk  menetap di Desa Tenganan maka orang itu mungkin hanya bekerja mengelola kebun atau pun membuat kerajinan. Dia tidak bisa memilih pekerjaan selayaknya orang yang tinggal di luar Desa Tenganan. Karena keterbatasan ruang untuk bergerak. Maksudnya adalah tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang sesuai. Kalau pun bisa memperoleh sebuah pekerjaan yang lebih baik kemungkinan hanya bisa menjadi kepala desa.  Bila ada orang yang sudah menetap di Desa Tenganan tapi orang itu memilih untuk bekerja di luar daerah Tenganan, maka orang itu sudah di anggap bukan lagi warga Tenganan. Secara garis besar dapat di simpulkan bahwa kehidupan di Desa Tenganan tidak membedakan status antar warga, dimaksudkan agar tetap terjalin rasa saling memiliki antar warga Desa Tenganan.

E.     PENUTUP
Kemunculan Bali Aga Tenganan mungkin sudah ada sejak lama. Tetap, bagi sebagian orang tidak terlalu banyak yang tau. Di Desa Tenganan banyak terdapat keunikan. Di samping itu desa ini juga merupakan desa tradisional yang masih memegang teguh  adat istiadat. Tradisi yang murni terdapat di sana. Banyak pengetahuan yang bisa kita pelajari di sana. Kita bisa belajar akan kesetaraan, rasa kebersamaan, dan gotong- royong. Rumah- rumah yang masih tradisional tanpa ada unsur modern masih terlihat di sana. Untuk itu,  kelestarian adat istiadat di Desa Tenganan ini wajib di jaga. Agar generasi mendatang bisa mengunjungi tempat ini. Dengan tujuan untuk study atau pun hanya sebatas berkunjung.


DAFTAR PUSTAKA


 Soekanto,Soejorno.Sosiologi Suatu Pengantar.Jakarta:Rajawali Pers.

Jumat, 13 Desember 2013

makalah bimbingan dan konseling





MAKALAH HASIL OBSERVASI TERKAIT DENGAN PERANAN GURU DALAM PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SMP YPE SEMARANG


DISUSUN OLEH      :
NAMA                       : SULIPAH
      NIM                        :3401412035
 ROMBEL                  : 75





UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
TAHUN PELAJARAN 2013/ 2014
































KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kekuatan serta kemudahan, sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan. Diharapkan makalah ini mampu menambah wacana bagi para guru-guru, khususnya guru BK dalam melihat fenomena-fenomena sosial anak didik, memberikan masukan penting kepada seluruh pihak sekolah bahwa bimbingan dan konseling tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak ada kerja sama yang baik dengan semua pihak sekolah, menambah wawasan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang bimbingan dan konseling di sekolah. Adapun judul dari makalah ini “Peranan Guru Dalam Pelayanan Bimbingan dan Konseling di SMP YPE Semarang”. Penulis sepenuhnya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan baik dari penulisaannya, isinya mapun tata bahasanya.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu memperlancar dalam penyusunan makalah ini.




                                                                                                          Semarang,  Desember 2013
                                                                                                              
`                                                                                                                       Penulis
                                                                                                                       
         










DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................                  i
DAFTAR ISI........................................................................................................                  ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................                 1
1.1. LATAR BELAKANG.......................................................................                 1
1.2. RUMUSAN MASALAH...................................................................                2
1.3. TUJUAN PENULISAN.....................................................................                2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................                3
2.1. Hakikat Bimbingan dan Konseling dalam bidang pendidikan..............            4
2.2. Pelaksanan Bimbingan dan Konseling di SMP YPE Semarang............            7
2.3. Peranan guru BK SMP YPE Semarang, terutama dalam pelayanan
      BK terkait dengan guru sebagai informator,
       fasilitator, mediator, motivator, dan kolaborator ........... ......................              9
BAB III PENUTUP...............................................................................................                12
1.1. Kesimpulan..........................................................................................               12
1.2. Saran....................................................................................................               12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................                13
LAMPIRAN FOTO DAN SURAT IJIN MELAKUKAN OBSERVASI................














BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003 pasal 3 menyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Guru merupakan salah satu  komponen penting dalam rangka mencapai amanat Undang-Undang tersebut dimana guru mempunyai fungsi strategis mengembangkan potensi peserta didik dalam hal ketakwaan, pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa secara keseluruhan. Peran guru juga sangat diharapkan mampu secara optimal mengembangkan peserta didik dengan tidak hanya sebagai pembelajar, melainkan juga sebagai pembimbing peserta didik dalam mengenal dirinya dan lingkungannya. Hal ini dilakukan agar peserta didik tidak tersesat dalam proses menuju generasi yang sesuai amanat Undang-Undang. Salah cara atau wadah untuk mempermudah mewujudkan hal tersebut adalah layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik di sekolah. Bimbingan dan konseling adalah salah satu komponen yang penting dalam proses pendidikan sebagai suatu sistem. Bimbingan dan konseling merupakan bantuan kepada individu peserta didik dalam menghadapi persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam hidupnya atau dalam proses belajarnya. Bantuan semacam itu sangat tepat jika diberikan di sekolah, agar setiap peserta didik dapat lebih berkembang ke arah yang seoptimal mungkin. Dengan demikian bimbingan dan konseling menjadi bidang layanan khusus dalam keseluruhan kegiatan pendidikan sekolah yang ditangani oleh tenaga-tenaga ahli dalam bidang tersebut termasuk,  tentu saja, seorang guru.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan di atas adapun beberapa rumusan masalah yang ingin penulis ungkap yaitu :
  1. Apa hakikat dari bimbingan dan konseling dalam bidang pendidikan?
  2. Bagaimanakah pelaksanaan program bimbingan dan konseling khususnya di SMP YPE Semarang?
3.      Bagaimanakah peranan guru di SMP YPE Semarang, terutama guru BK dalam pelayanan bimbingan dan konseling terkait dengan guru sebagai informator, fasilitator, mediator, motivator, dan kolaborator ?


1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1.      Untuk mengetahui apa hakikat dari bimbingan dan konseling dalam bidang pendidikan.
2.      Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan bimbingan dan konseling khususnya di SMP YPE Semarang.
3.      Untuk mengetahui bagaimana peranan guru di SMP YPE Semarang, terutama guru BK dalam pelayanan bimbingan dan konseling terkait dengan guru sebagai informator, fasilitator, mediator, motivator, dan kolaborator.




















BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Hakikat Bimbingan dan Konseling
M. Surya (1988:12) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian atau layanan bantuan yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan.
Bimbingan ialah penolong individu agar dapat mengenal dirinya dan supaya individu itu dapat mengenal serta dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi di dalam kehidupannya (Oemar Hamalik, 2000:193).
Konseling adalah pemberian bimbingan oleh yang ahli kepada seseorang dengan menggunakan metode psikologi. ( Adi Gunawan:2003)
Konseling adalah proses pemberian yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien (Prayitno, 1997:106).
Jadi, bimbingan dan konseling itu sendiri merupakan suatu bentuk layanan bantuan yang diberikan kepada individu agar dapat mengembangkan kemampuannya seoptimal mungkin, dan membantu peserta didik agar memahami dirinya (self understanding), menerima dirinya (self acceptance), mengarahkan dirinya (self direction), dan merealisasikan dirinya (self realization) untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi di dalam kehidupannya yang dilakukan oleh ahlinya atau konselor.
Dalam pendidikan di sekolah layanan bimbingan dan konseling diberikan oleh guru, baik guru khusus mata pelajaran bimbingan dan konseling (BK) maupun guru mata pelajaran dan wali kelas dengan arahan dari kepala sekolah kepada peserta didik.
Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dilaksanakan oleh guru pembimbing dengan aturan-aturan yang jelas dalam petunjuk pelaksanaan bimbingan dan konseling. Sebelum kegiatan bimbingan dan konseling terlaksana, pembimbing harus membuat program yang sesuai dengan kondisi sekolah. Kemudian program tersebut dilaksanakan dan pada akhirnya dievaluasi kegiatan-kegiatannya yang kemudian dilaporkan pada kepala sekolah.
Bantuan yang diberikan oleh guru pembimbing kepada peserta didik di sekolah tidak hanya kepada mereka yang bermasalah saja, tetapi juga diberikan kepada semua siswa. Baik itu yang bermasalah maupun yang tidak bermasalah.
Peserta didik sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi (on becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, peserta didik memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan siswa tidak selalu berlangsung secara mulus, atau bebas dari masalah terutama saat remaja. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut.
Bila tujuan pendidikan pada akhirnya adalah pembentukan manusia yang utuh, maka proses pendidikan harus dapat membantu siswa mencapai pematangan emosional dan sosial, sebagai individu dan anggota masyarakat selain mengembangkan kemampuan inteleknya. Bimbingan dan konseling menangani masalah-masalah atau hal-hal diluar bidang garapan pengajaran, tetapi secara tidak langsung menunjang tercapainya tujuan pendidikan dan pengajaran sekolah itu. Kegiatan ini dilakukan melalui layanan secara khusus terhadap semua siswa agar dapat mengembangkan dan memanfaatkan kemampuannya secara penuh (Mortensen dan Schemuller, 1969).
Dengan Misi Bimbingan Konseling, yaitu memfasilitasi seluruh peserta didik memperoleh dan menguasai kompetensi di bidang akademik, pribadi, sosial, karir berlandaskan pada tata kehidupan etis normatif, dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka sudah selayaknyalah seorang guru khususnya guru pembimbing merasa bertanggung jawab terhadap peserta didik dan ikut berperan aktif memberikan layanan khusus kepada mereka.

2.2. Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di SMP YPE Semarang
Sekolah SMP YPE berdiri pada tahun 1972, yang awalnya sekolah SMP YPE ini bernama SMEP Patimura. Selanjutnya pada tahun 1974 sekolah SMP YPE ini, mengalami perubahan nama dan diganti dengan nama SMP YPE. Sekolah SMP YPE ini terletak di jalan Dewi Sartika Timur , kecamatan Gunung Pati, kelurahan Sukorejo Semarang. Sekolahan ini seperti yayasan yang didalamnya terdapat juga SMP, SMA, dan SMK, dijadikan satu. Sekolahnya lumayan luas tetapi dilihat dari fasilitas memang terlihat agak kurang. Seperti fasilitas guru BK. Disana masih minim sekali guru Bknya. Sehingga semisal 1 atau 2 guru BK ditugaskan untuk memberikan layanan pada semua siswa. Di daerah itu ,banyak orang tua yang enggan untuk menyekolahkan anaknya. Mereka berfikiran menyekolahkan anak membutuhkan banyak biaya. Lebih baik anak disuruh bekerja membantu orang tua.
Karena kebanyakan keluarga disana ekonominya menengah kebawah. Banyak orang tua yang bekerja sebagai pemulung, pengamen ,dan pengemis. Kehidupan mereka serba pas-pasan jadi untuk menyekolahkan anak juga menjadi pertimbangan. Melihat background orang tua yang seperti itu membuat seorang anak menjadi malas untuk sekolah. Didalam keluarga juga banyak orang tua yang brokenhome. Hal ini tentu sangat mempengaruhi perkembangan si anak. Meskipun begitu saat ini, sudah banyak orang tua yang menyekolahkan anaknya. Anak –anak yang sekolah disana bisa masuk sekolah disana tidak berdasarkan nilai ataupun prestasi mereka, tetapi siapa pun yang ingin masuk sekolah disana diterima. Seolah-olah prestasi dalam diri siswa yang diterima sekolah disana kurang ditonjolkan. Kebanyakan sekolah menerima murid pasti berdasarkan prestasi maupun nilainya. Tetapi disana berbeda. Yang penting seorang siswa sudah mau sekolah itu merupakan suatu hal yang luar biasa.
Gedung sekolahnya juga kurang memadai. Masih terlihat seperti bangunan jaman dulu. Terlihat ruang guru, TU yang masih kurang tertata rapi.
Dilihat dari sistem pelaksanaan bimbingan dan konseling sendiri, di SMP YPE ini masih kurang maksimal. Dikarenakan diajaran tahun- tahun ini bimbingan dan konseling tidak masuk dalam mata pelajaran di kelas. Dan guru BK sendiri juga jumlahnya terbatas. Layanan bimbingan dan konseling hanya diberikan saat siswa mengalami masalah, tetapi selain itu di luar jam sekolah guru BK mengadakan kelompok bimbingan. Ini merupakan cara untuk memberikan pengetahuan pada siswa apa itu sebenarnya bimbingan dan konseling. Yang bagi siswa pada umumnya bimbingan dan konseling hanya dianggap sebagai polisi sekolah. hingga mereka beranggapan bimbingan dan konseling hanya alat untuk menghukum siswa yang melakukan kesalahan. Ada kesalahpahaman tentang pengertian bimbingan dan konseling disana. Banyak siswa yang takut apabila di suruh datang ke BK.
Karena banyak anak yang berasal dari keluarga yang brokenhome, ekonomi yang menengah membuat banyak siswa- siswa disana yang melakukan hal- hal negatif karena mereka kekurangan kasih sayang dan perhatian dari orang tua mereka. Seperti antara siswa perempuan dengan perempuan ada yang berkelahi, antara perempuan dan laki-laki juga ada, laki-laki dengan laki-laki juga ada. Fenomena itu sudah menjadi kebiasaan disana. Disini peran BK, wali murid, guru bahkan kepala sekolah sangat diperlukan. Mereka harus bekerja sama untuk menggulangi segala permasalahan yang timbul. Tetapi untuk tahun 2014 ini direncanakan pelaksanaan BK akan lebih dimaksimalkan. Hal itu terlihat dari rencana di kurikulum yang akan datang BK akan dimasukkan sebagai mata pelajaran di kelas. Sehingga BK memiliki andil lebih leluasa untuk memantau perkembangan peserta didik. Dengan BK masuk sebagai salah satu mata pelajaran dikelas, maka layanan yang diberikan oleh BK akan lebih optimal. Karena guru BK lebih bisa dengan cermat menganalisis segala bentuk perilaku siswa. Mana yang membutuhkan bimbingan dengan segera dan mana yang tidak. Agar segala masalah yang terjadi diantara para siswa cepat bisa terselesaikan.

2.3.             Peranan guru di SMP YPE Semarang, terutama guru bimbingan dan konseling dalam pelayanan bimbingan dan konseling terkait dengan guru sebagai informator, fasilitator, mediator, motivator, dan kolaborator.
Keberhasilan penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah, tidak lepas dari peranan berbagai pihak di sekolah. Selain Guru Pembimbing atau Konselor sebagai pelaksana utama, penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah, juga perlu melibatkan kepala sekolah, guru mata pelajaran dan wali kelas. Guru disini memiliki posisi yang strategis dibandingkan dengan guru pembimbing atau konselor. Dikarenakan guru setiap harinya yang lebih berinteraksi secara langsung. Guru dapat mengamati secara rutin perkembangan siswa. Oleh karena itu, tidak salah bila dalam pelayanan bimbingan dan konseling guru ditempatkan sebagai mitra kerja utama, disamping guru wali kelas dan juga orang tua siswa.
Di SMP YPE Semarang sendiri , peranan guru dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling sudah dilaksanakan secara maksimal. Tetapi hasilnya memang kurang maksimal. Dikarenakan dari karakter dalam diri siswa yang memang sulit untuk menerima suatu perbaikan. Mereka banyak yang sudah nyaman dengan kondisinya sekarang. Sehingga apabila mereka melakukan kesalahan mereka sulit untuk tidak mengulanginya. Sehingga dalam hal ini terutama guru BK, guru wali kelas, kepala sekolah dan orang tua siswa secara lebih optimal lagi memberikan peranan dalam bentuk layanan kepada para siswa terutama yang bermasalah.
Ada beberapa peranan yang dapat dilakukan oleh seorang guru dalam penyelenggaraan program bimbingan dan konseling yaitu :
1.      Guru sebagai informator.
Guru sebagai informator brkaitan dengan tugasnya membantu guru pembimbing atau konselor dalam memansyarakatkan layanan bimbingan dan konseling kepada siswa. Melauli peranan ini guru dapat menginformasikan berbagai hal tentang layanan bimbingan dan konseling , tujuan, fungsi, dan manfaatnya bagi siswa. Guru BK sendiri di SMP YPE dalam menjalankan peranannya sebagai informator contohnya adalah guru BK itu memberikan informasi tentang adanya ekstrakulikuler yang akan diadakan di sekolah tersebut. Seperti ada ekstrakulikuler pramuka dan pencak silat. Dalam ekstrakulikuler pramuka sekolah ini sudah mampu memperoleh kejuaran. Dan informasi yang diberikan oleh guru BK kepada siswa misalnya bisa lewat poster. Tetapi dalam menjalankannya ada kendala- kendala yang dihadapi oleh guru BK tersebut diantaranya dalam hal mengambil anaknya susah, disini mungkin yang dimaksudkan dalam mengambil anak susah adalah BK itu belum dijadikan sebagai mata pelajaran. Sehingga BK belum bisa masuk kelas, dengan keadaan yang seperti itu secara jelas guru BK akan susah menginformasikan sesuatu hal kepada keseluruhan siswa. Tetapi, sekarang di sekolah SMP YPE Semarang sedang ada akreditasi jadi BK rencananya semester 2 akan masuk kelas dan akan menjadi mata pelajaran di sana.
2.      Guru sebagai fasilitator
Guru dapat berperanan sebagai fasilitator terutama ketika dilangsungkan layanan pembelajaran baik itu yang bersifat preventif ataupun kuratif. Dibandingkan guru pembimbing guru lebih memahami tentang keterampilan belajar yang perlu dikuasai siswa pada mata pelajaran yang diajarnya. Di sini peranan guru BK di SMP YPE Semarang dalam memberikan layanan sebagai fasilitator diantaranya yaitu sudah adanya ruang untuk bimbingan dan konseling di SMP YPE. Apabila siswa mengalami permasalahan ataupun siswa membutuhkan bimbingan langsung di ruangan itu diadakan diskusi untuk memecahkan  masalah siswa tersebut. Terkait dengan peran BK ini di SMP YPE sudah berjalan dengan baik. Bila ada permasalahan juga sudah ada koordinasi dengan wali kelas. Selain itu juga siswa yang sedang bermasalah diberi binaan guru BK dengan kerja sama dengan wali kelas, serta orang tua siswa.
3.      Guru sebagai mediator
Guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa. Dalam hal ini sebagai mediator guru BK dapat melakukan beberapa tindakan, diantaranya disaat ada siswa yang berkelahi di sekolah guru BK berusaha untuk melakukan tindakan mendamaikan. Tetapi, yang namanya siswa, disaat berkelahi diminta untuk saling memaafkan pasti bersedia, tapi dilain hari masalah berkelahi antar siswa itu terjadi lagi. Bahkan hal itu dinilai sebagai suatu kebiasaan siswa di SMP YPE yang sering kali suka berkelahi, baik itu siswa laki-laki maupun siswa perempuannya.
4.      Guru sebagai motivator
  Dalam peranan ini guru dapat berperan sebagai pemberi motivasi siswa dalam memanfaatkan layanan bimbingan dan konseling di sekolah, sekaligus memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh layanan konseling. Dalam perananya sebagai motivator guru BK di SMP YPE melakukan tindakan seperti siswa diberi binaan, meskipun binaan itu tidak setiap hari diberikan, karena BK sendiri di sana belum bisa masuk kelas,sehingga belum bisa maksimal.
 Dalam memberikan binaan tersebut diharapkan para siswa menjadi terarah, termotivasi. Dan juga diharapkan dalam diri siswa bisa muncul sikap- sikap yang baik seperti memiliki kepribadian yang baik.
5.      Guru sebagai kolaborator
Sebagai mitra seprofesi yaitu sama-sama sebagaitenaga pendidik di sekolah, guru dapat berperan sebagai kolaborator konselor. Misalnya, bila siswa mengalami permasalahan dan guru BK berusaha untuk membantu menyelesaikannya, ada koordinasi dengan wali kelas, kepala sekolah diharapkan agar wali kelas dan kepala sekolah juga bisa ikut membantu dalam menyelesaikan masalah tersebut. Guru BK juga melakukan kunjungan rumah. Hal ini dilakukan agar orang tua juga bisa ikut andil dalam mengatur anaknya. Dengan orang tua juga ikut berperan si anak akan lebih mudah untuk berubah. Karena orang tua merupakan agen pertama yang lebih banyak memantau perkembangan anaknya. Adapun kendala yang dialami guru BK diantaranya berasal dari siswa itu sendiri. Misalkan si siswadiberi surat panggilan tetapi surat itu tidak diberikan kepada orang tua mereka. Selain itu juga berasal dari orang tua mereka. Ada siswa yang sudah memberikan surat panggilan kepada orang tuanya, tetapi orang tuanya tidak mau datang ke sekolah.


















BAB III PENUTUP

KESIMPULAN
-Bimbingan dan konseling itu sendiri merupakan suatu bentuk layanan bantuan yang diberikan kepada individu agar dapat mengembangkan kemampuannya seoptimal mungkin, dan membantu peserta didik agar memahami dirinya (self understanding), menerima dirinya (self acceptance), mengarahkan dirinya (self direction), dan merealisasikan dirinya (self realization) untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi di dalam kehidupannya yang dilakukan oleh ahlinya atau konselor.
-Dalam pendidikan di sekolah layanan bimbingan dan konseling diberikan oleh guru, baik guru khusus mata pelajaran bimbingan dan konseling (BK) maupun guru mata pelajaran dan wali kelas dengan arahan dari kepala sekolah kepada peserta didik.
- Dilihat dari sistem pelaksanaan bimbingan dan konseling sendiri, di SMP YPE ini masih kurang maksimal. Dikarenakan diajaran tahun- tahun ini bimbingan dan konseling tidak masuk dalam mata pelajaran di kelas. Dan guru BK sendiri juga jumlahnya terbatas. Layanan bimbingan dan konseling hanya diberikan saat siswa mengalami masalah, tetapi selain itu di luar jam sekolah guru BK mengadakan kelompok bimbingan. Ini merupakan cara untuk memberikan pengetahuan pada siswa apa itu sebenarnya bimbingan dan konseling.

SARAN
-Semaksimal mungkin guru BK dan pihak sekolah seperti wali kelas, kepala sekolah, maupun orang tua, kerja samanya dalam hal memantau siswa lebih ditingkatkan. Agar segala upaya yang direncanakan untuk menertibkan siswa dan menumbuhkan kepribadian yang baik pada bisa tercapai. Dan bimbingan dan konseling harus bisa masuk kelas dan dijadikan sebagai mata pelajaran agar para siswa benar- benar mengenali apa itu sebenarnya bimbingan dan konseling.







DAFTAR PUSTAKA

Mugiarso ,Heru.dkk.2012. Bimbingan dan Konseling, Semarang: UNNES Press.
buku: DASAR – DASAR KONSELING tinjauan teori dan praktek
 Penulis: Drs. Abu Bakar M Luddin, M.Pd., Ph.D
 Prayitno, dkk. 2004. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta :        Depdiknas.
Sofyan S. Willis. 2004.Konseling Individual; Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta