Rabu, 25 Desember 2013

BALI AGA TENGANAN



RABU, 3 JUNI 2013

    KAJIAN ETNOGRAFI


DESA BALI AGA TENGANAN TANPA KASTA

A.    PENGANTAR
 Berbicara tentang  Pulau Bali banyak hal yang membuat kita tertarik. Meski hanya sebuah pulau yang memiliki wilayah tidak terlalu luas, namun letaknya yang di kelilingi lautan membuat tempat ini memiliki banyak tempat pariwisata. Seperti wisatawan dapat menikmati wisata tanah lot, pantai sanur dan masih banyak lagi. Tempat pariwisata di Bali ini, sudah terkenal sampai ke mancanegara. Bahkan bagi orang- orang luar negeri di jadikan suatu kebutuhan mengunjungi Pulau Bali ini, dengan segala macam tujuan mereka. Ini dapat di lihat dengan semakin banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Pulau Bali dari tahun ke tahun. Meski tidak hari libur tetap saja tempat wisata di Bali ini di penuhi oleh pengunjung. Apalagi di saat hari libur, sudah tentu tempat ini sesak pengunjung. Bagi mereka para pengunjung yang suka berpetualang atau pun yang suka melakukan penelitian fenomena sosial yang unik, dan mungkin di desa Bali pada umumnya kita akan jarang menemukannya. Karena kebanyakan orang saat berwisata ke Bali hanya mengunjungi tempat- tempat yang populer saja di Bali. Padahal di Balik semua itu, ada sebuah Desa di Bali yang sangat menarik untuk di kunjungi yang tak lain adalah Desa Bali Aga Tenganan.

B.     GAMBARAN UMUM BALI AGA TENGANAN
Fenomena itu bisa kita lihat bila kita berkunjung di Desa Bali Aga Tenganan. Desa ini masih tradisional dan masih memegang adat istiadat yang masih kental. Dan banyak keunikan yang terdapat di desa ini. Desa ini terletak di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem. Desa Tenganan ini, di apit oleh 3 buah bukit yaitu di bagian belakang, kanan, dan kiri desa. Dulu tak banyak orang yang tau tentang Desa Bali Aga Tenganan ini. Mungkin yang membuat desa ini tidak begitu terkenal karena awalnya memang tidak ada suatu di rencanakan untuk membuat desa ini sebagai sebuah desa wisata.
Dan juga awalnya pihak kepala desa tidak ingin desa ini mendapat pengaruh dari luar, karena di takutkan akan membuat  adat istiadat yang masih kental yang menjadi identitas Desa Tenganan ini, luntur. Dan juga di takutkan mengganggu ketentraman dan ketenangan warga desa. Namun, seiring perkembangan jaman desa ini mulai banyak di kenal orang. Mulai dari para wisatawan yang ingin melakukan penelitian, para pengunjung yang sekedar ingin menikmati pemandangan di sana ataupun yang ingin membeli kerajinan di sana, dan juga para mahasiswa yang ingin melakukan penelitian. Karena memang desa ini sangat bagus untuk di jadikan sebagai obyek penelitian.
Namun tidak sampai di situ saja. Desa Tenganan ini juga mendapat julukan sebagai  Desa Tenganan Pegringsingan. Karena disana terdapat kerajinan membuat kain grinsing. Yang mana kerajinan ini tidak di temukan di tempat lain. Selain itu Bali Aga Tenganan memiliki banyak keunikan lagi. Seperti di Bali Aga Tenganan ini menolak adanya retribusi bagi para pariwisatawan, tidak mengenal adanya sistem kasta, dan juga dalam merayakan hari Raya Nyepi berbeda dengan masyarakat Bali pada umumnya.

C.    ARTI  ISTILAH KASTA
Sistem kasta atau biasa di sebut kasta adalah jenis struktur sosial yang membagi masyarakat berdasarkan status sosial yang di wariskan. Uraian lebih luas ditemukan pada Encyclopedia Americana Volume 5 halaman 775; asal katanya adalah “Casta” bahasa Portugis yang berarti kelas, ras keturunan, golongan, pemisah, tembok, atau batas. Selain itu istilah “kasta” dalam sosiologi dapat di artikan sebagai stratifikasi sosial. Menurut Pitirin A. Sorokin stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas- kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah kelas- kelas tinggi dan kelas yang rendah.

D.    KEUNIKAN DESA TENGANAN
Biasanya kasta di Bali di gunakan sebagai pembeda antara satu golongan dengan golongan yang lain. Dengan adanya sistem kasta itu membuat antar golongan merasa paling berkuasa dan ada golongan yang di kuasai atau sebagai kelas bawah. Itu fenomena sosial yang kita lihat di Bali pada umumnya. Bila kita lihat di Bali Aga Tenganan fenomena itu tidak akan pernah kita jumpai. Penuturan dari bapak selaku kepala desa di Desa Tenganan, nenek moyang mereka dulu menganut kepercayaan Dewa Indra yang mana kepercayaan ini merupakan suatu kepercayaan yang masih murni belum mendapat campur tangan dari Majapahit.
Menurut mereka keadaan yang seperti ini akan membuat desa ini tetap damai jauh dari perselisihan, karena bila seseorang beranggap bahwa mereka sama, sederajat maka bentuk- bentuk  penindasan pada kaum yang lemah tidak akan terjadi. Karena merasa sama, dalam menjalani rutinitas sehari- hari banyak di lakukan secara gotong royong. Seperti saat akan melakukan sebuah upacara, antar penduduk saling bahu- membahu tanpa mempedulikan mana orang kaya dan mana orang miskin, mana pejabat tinggi dan mana orang biasa. Semua terlihat selaras. Pada saat melakukan upacara sehari- hari maupun upacara yang di lakukan hanya sebulan sekali atau setahun sekali pakaian adat yang mereka kenakan semuanya sama. Tidak terlihat pakaian yang mewah ataupun pakaian yang biasa.
Hanya saja antara pakaian yang di pakai untuk upacara yang besar dengan upacara yang di lakukan sehari- hari berbeda. Sudah ada penetapan antara pakaian yang di pakai saat upacara sehari- hari dan upacara yang sifatnya besar. Setiap jengkal tanah di sana adalah tanah milik desa baik di mulai dari pemukiman, hutan, kebun, dan sawah. Semua lahan yang ada adalah milik bersama dan di kelola bersama. Tidak ada hak kepemilikan pribadi. Semua warga desa berhak atas semua tanah yang ada di sana. Bagi mereka yang tidak memiliki lahan untuk tempat bertani ataupun berkebun akan di berikan sebuah lahan tanpa di kenakan biaya. Kebun dan lahan yang ada di kelola bersama dengan perbandingan 1:1 antara pemilik kebun atau lahan dengan pihak yang merawatnya. Biasanya pihak yang merawat kebun maupun lahan berasal dari luar Desa Tenganan. Tetapi meskipun pihak yang merawatnya tidak berasal dari dalam desa, warga desa dan pihak yang merawat sudah ada suatu kepercayaan.
Hingga bagi warga tidak ada perasaan curiga terhadap pihak yang merawat kebun maupun lahan mereka. Keserakahan yang akan merusak hubungan sosial di antara mereka sangat di hindari. Bila nanti panen maka akan di adakan sistem bagi hasil. Segala hal yang selalu di lakukan, yang di wujudkan dengan tindakan yang serba setara tidak lain untuk kesejahteraan warga Tenganan dan juga bagi penduduk luar yang bekerja untuk mereka. Keadilan di Desa Tenganan sangat di junjung tinggi. Selain itu penduduk Bali Aga Tenganan tanpa kasta dapat di lihat dari bentuk rumah yang ada di Desa Bali Aga Tenganan. Semua warga di Tenganan membuat rumahnya semua sama. Tiang rumah terbuat dari kayu , tembok  rumah juga dari kayu dan atapnya dari daun  rumbia.
Karena menurut penuturan kepala desa di sana seharusnya warga Tenganan bisa menggunakan atap dari genting tetapi bila menggunakan atap dari genting untuk membeli gentingnya jaraknya lumayan jauh dari Desa Tenganan. Untuk itu warga desa di sana memilih memakai daun rumbia. Selain itu, bila memproduksi genting dan bata merah sendiri di takutkan akan merusak kestabilan tanah. Yang setiap hari harus di ambil untuk pembuatan genting. Hanya aula yang di gunakan sebagai balai pertemuan yang di beri atap genting dan di tengahnya di buat seperti pure yang di keramatkan yang mana pure itu di buat dari bata merah. Bila diteliti lebih dalam, mungkin hanya terlihat sedikit perbedaan dalam hal luas rumah. Ada rumah yang terlihat agak lebih luas. Dan mungkin bagi warga yang memiliki penghasilan yang lebih tinggi di bandingkan yang lain bisa di lihat dari fasilitas yang ada di rumah mereka.
Seperti ada televisi, yang mungkin bagi sebagian warga ada yang tidak memiliki. Tetapi meski begitu, semua itu tidak di jadikan sebagai suatu ukuran yang dapat membedakan antara warga yang satu dengan warga yang lain. Karena kehidupan yang di jadikan patokan untuk seluruh warga masyarakat Tenganan adalah kehidupan yang tak mengenal kasta, maka dalam kehidupan mereka tidak ada rasa ingin menjadi yang paling baik. Apapun yang mereka miliki di anggap setara. Contohnya lagi dalam hal pekerjaan. Bagi seseorang yang mungkin lulusan dari perguruan tinggi,  bila dia menetap di luar Desa Tenganan mungkin orang itu bisa mencari pekerjaan yang sesuai dengan lulusan pendidikannya. Tetapi karena orang itu mungkin memilih untuk  menetap di Desa Tenganan maka orang itu mungkin hanya bekerja mengelola kebun atau pun membuat kerajinan. Dia tidak bisa memilih pekerjaan selayaknya orang yang tinggal di luar Desa Tenganan. Karena keterbatasan ruang untuk bergerak. Maksudnya adalah tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang sesuai. Kalau pun bisa memperoleh sebuah pekerjaan yang lebih baik kemungkinan hanya bisa menjadi kepala desa.  Bila ada orang yang sudah menetap di Desa Tenganan tapi orang itu memilih untuk bekerja di luar daerah Tenganan, maka orang itu sudah di anggap bukan lagi warga Tenganan. Secara garis besar dapat di simpulkan bahwa kehidupan di Desa Tenganan tidak membedakan status antar warga, dimaksudkan agar tetap terjalin rasa saling memiliki antar warga Desa Tenganan.

E.     PENUTUP
Kemunculan Bali Aga Tenganan mungkin sudah ada sejak lama. Tetap, bagi sebagian orang tidak terlalu banyak yang tau. Di Desa Tenganan banyak terdapat keunikan. Di samping itu desa ini juga merupakan desa tradisional yang masih memegang teguh  adat istiadat. Tradisi yang murni terdapat di sana. Banyak pengetahuan yang bisa kita pelajari di sana. Kita bisa belajar akan kesetaraan, rasa kebersamaan, dan gotong- royong. Rumah- rumah yang masih tradisional tanpa ada unsur modern masih terlihat di sana. Untuk itu,  kelestarian adat istiadat di Desa Tenganan ini wajib di jaga. Agar generasi mendatang bisa mengunjungi tempat ini. Dengan tujuan untuk study atau pun hanya sebatas berkunjung.


DAFTAR PUSTAKA


 Soekanto,Soejorno.Sosiologi Suatu Pengantar.Jakarta:Rajawali Pers.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar