RABU, 3 JUNI 2013
KAJIAN ETNOGRAFI
DESA BALI AGA TENGANAN TANPA KASTA
A.
PENGANTAR
Berbicara tentang Pulau Bali banyak hal yang membuat kita
tertarik. Meski hanya sebuah pulau yang memiliki wilayah tidak terlalu luas,
namun letaknya yang di kelilingi lautan membuat tempat ini memiliki banyak
tempat pariwisata. Seperti wisatawan dapat menikmati wisata tanah lot, pantai
sanur dan masih banyak lagi. Tempat pariwisata di Bali ini, sudah terkenal
sampai ke mancanegara. Bahkan bagi orang- orang luar negeri di jadikan suatu
kebutuhan mengunjungi Pulau Bali ini, dengan segala macam tujuan mereka. Ini
dapat di lihat dengan semakin banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Pulau Bali
dari tahun ke tahun. Meski tidak hari libur tetap saja tempat wisata di Bali
ini di penuhi oleh pengunjung. Apalagi di saat hari libur, sudah tentu tempat
ini sesak pengunjung. Bagi mereka para pengunjung yang suka berpetualang atau
pun yang suka melakukan penelitian fenomena sosial yang unik, dan mungkin di
desa Bali pada umumnya kita akan jarang menemukannya. Karena kebanyakan orang
saat berwisata ke Bali hanya mengunjungi tempat- tempat yang populer saja di
Bali. Padahal di Balik semua itu, ada sebuah Desa di Bali yang sangat menarik
untuk di kunjungi yang tak lain adalah Desa Bali Aga Tenganan.
B. GAMBARAN UMUM BALI AGA TENGANAN
Fenomena itu
bisa kita lihat bila kita berkunjung di Desa Bali Aga Tenganan. Desa ini masih
tradisional dan masih memegang adat istiadat yang masih kental. Dan banyak
keunikan yang terdapat di desa ini. Desa ini terletak di Kecamatan Manggis,
Kabupaten Karangasem. Desa Tenganan ini, di apit oleh 3 buah bukit yaitu di
bagian belakang, kanan, dan kiri desa. Dulu tak banyak orang yang tau tentang
Desa Bali Aga Tenganan ini. Mungkin yang membuat desa ini tidak begitu terkenal
karena awalnya memang tidak ada suatu di rencanakan untuk membuat desa ini
sebagai sebuah desa wisata.
Dan juga awalnya
pihak kepala desa tidak ingin desa ini mendapat pengaruh dari luar, karena di
takutkan akan membuat adat istiadat yang
masih kental yang menjadi identitas Desa Tenganan ini, luntur. Dan juga di
takutkan mengganggu ketentraman dan ketenangan warga desa. Namun, seiring
perkembangan jaman desa ini mulai banyak di kenal orang. Mulai dari para
wisatawan yang ingin melakukan penelitian, para pengunjung yang sekedar ingin
menikmati pemandangan di sana ataupun yang ingin membeli kerajinan di sana, dan
juga para mahasiswa yang ingin melakukan penelitian. Karena memang desa ini
sangat bagus untuk di jadikan sebagai obyek penelitian.
Namun tidak
sampai di situ saja. Desa Tenganan ini juga mendapat julukan sebagai Desa Tenganan Pegringsingan. Karena disana terdapat
kerajinan membuat kain grinsing. Yang mana kerajinan ini tidak di temukan di
tempat lain. Selain itu Bali Aga Tenganan memiliki banyak keunikan lagi.
Seperti di Bali Aga Tenganan ini menolak adanya retribusi bagi para
pariwisatawan, tidak mengenal adanya sistem kasta, dan juga dalam merayakan
hari Raya Nyepi berbeda dengan masyarakat Bali pada umumnya.
C. ARTI ISTILAH KASTA
Sistem kasta
atau biasa di sebut kasta adalah jenis struktur sosial yang membagi masyarakat
berdasarkan status sosial yang di wariskan. Uraian lebih luas ditemukan pada
Encyclopedia Americana Volume 5 halaman 775; asal katanya adalah “Casta”
bahasa Portugis yang berarti kelas, ras keturunan, golongan, pemisah, tembok,
atau batas. Selain itu istilah “kasta” dalam sosiologi dapat di artikan
sebagai stratifikasi sosial. Menurut Pitirin A. Sorokin stratifikasi sosial
adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas- kelas secara
bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah kelas- kelas tinggi dan kelas yang
rendah.
D. KEUNIKAN DESA TENGANAN
Biasanya kasta
di Bali di gunakan sebagai pembeda antara satu golongan dengan golongan yang
lain. Dengan adanya sistem kasta itu membuat antar golongan merasa paling
berkuasa dan ada golongan yang di kuasai atau sebagai kelas bawah. Itu fenomena
sosial yang kita lihat di Bali pada umumnya. Bila kita lihat di Bali Aga
Tenganan fenomena itu tidak akan pernah kita jumpai. Penuturan dari bapak
selaku kepala desa di Desa Tenganan, nenek moyang mereka dulu menganut
kepercayaan Dewa Indra yang mana kepercayaan ini merupakan suatu kepercayaan
yang masih murni belum mendapat campur tangan dari Majapahit.
Menurut mereka
keadaan yang seperti ini akan membuat desa ini tetap damai jauh dari
perselisihan, karena bila seseorang beranggap bahwa mereka sama, sederajat maka
bentuk- bentuk penindasan pada kaum yang
lemah tidak akan terjadi. Karena merasa sama, dalam menjalani rutinitas sehari-
hari banyak di lakukan secara gotong royong. Seperti saat akan melakukan sebuah
upacara, antar penduduk saling bahu- membahu tanpa mempedulikan mana orang kaya
dan mana orang miskin, mana pejabat tinggi dan mana orang biasa. Semua terlihat
selaras. Pada saat melakukan upacara sehari- hari maupun upacara yang di
lakukan hanya sebulan sekali atau setahun sekali pakaian adat yang mereka
kenakan semuanya sama. Tidak terlihat pakaian yang mewah ataupun pakaian yang
biasa.
Hanya saja
antara pakaian yang di pakai untuk upacara yang besar dengan upacara yang di
lakukan sehari- hari berbeda. Sudah ada penetapan antara pakaian yang di pakai
saat upacara sehari- hari dan upacara yang sifatnya besar. Setiap jengkal tanah
di sana adalah tanah milik desa baik di mulai dari pemukiman, hutan, kebun, dan
sawah. Semua lahan yang ada adalah milik bersama dan di kelola bersama. Tidak
ada hak kepemilikan pribadi. Semua warga desa berhak atas semua tanah yang ada
di sana. Bagi mereka yang tidak memiliki lahan untuk tempat bertani ataupun
berkebun akan di berikan sebuah lahan tanpa di kenakan biaya. Kebun dan lahan
yang ada di kelola bersama dengan perbandingan 1:1 antara pemilik kebun atau
lahan dengan pihak yang merawatnya. Biasanya pihak yang merawat kebun maupun
lahan berasal dari luar Desa Tenganan. Tetapi meskipun pihak yang merawatnya
tidak berasal dari dalam desa, warga desa dan pihak yang merawat sudah ada
suatu kepercayaan.
Hingga bagi
warga tidak ada perasaan curiga terhadap pihak yang merawat kebun maupun lahan
mereka. Keserakahan yang akan merusak hubungan sosial di antara mereka sangat
di hindari. Bila nanti panen maka akan di adakan sistem bagi hasil. Segala hal
yang selalu di lakukan, yang di wujudkan dengan tindakan yang serba setara
tidak lain untuk kesejahteraan warga Tenganan dan juga bagi penduduk luar yang
bekerja untuk mereka. Keadilan di Desa Tenganan sangat di junjung tinggi.
Selain itu penduduk Bali Aga Tenganan tanpa kasta dapat di lihat dari bentuk
rumah yang ada di Desa Bali Aga Tenganan. Semua warga di Tenganan membuat
rumahnya semua sama. Tiang rumah terbuat dari kayu , tembok rumah juga dari kayu dan atapnya dari daun rumbia.
Karena menurut
penuturan kepala desa di sana seharusnya warga Tenganan bisa menggunakan atap
dari genting tetapi bila menggunakan atap dari genting untuk membeli gentingnya
jaraknya lumayan jauh dari Desa Tenganan. Untuk itu warga desa di sana memilih
memakai daun rumbia. Selain itu, bila memproduksi genting dan bata merah
sendiri di takutkan akan merusak kestabilan tanah. Yang setiap hari harus di
ambil untuk pembuatan genting. Hanya aula yang di gunakan sebagai balai
pertemuan yang di beri atap genting dan di tengahnya di buat seperti pure yang
di keramatkan yang mana pure itu di buat dari bata merah. Bila diteliti lebih
dalam, mungkin hanya terlihat sedikit perbedaan dalam hal luas rumah. Ada rumah
yang terlihat agak lebih luas. Dan mungkin bagi warga yang memiliki penghasilan
yang lebih tinggi di bandingkan yang lain bisa di lihat dari fasilitas yang ada
di rumah mereka.
Seperti ada
televisi, yang mungkin bagi sebagian warga ada yang tidak memiliki. Tetapi
meski begitu, semua itu tidak di jadikan sebagai suatu ukuran yang dapat
membedakan antara warga yang satu dengan warga yang lain. Karena kehidupan yang
di jadikan patokan untuk seluruh warga masyarakat Tenganan adalah kehidupan
yang tak mengenal kasta, maka dalam kehidupan mereka tidak ada rasa ingin
menjadi yang paling baik. Apapun yang mereka miliki di anggap setara. Contohnya
lagi dalam hal pekerjaan. Bagi seseorang yang mungkin lulusan dari perguruan
tinggi, bila dia menetap di luar Desa
Tenganan mungkin orang itu bisa mencari pekerjaan yang sesuai dengan lulusan
pendidikannya. Tetapi karena orang itu mungkin memilih untuk menetap di Desa Tenganan maka orang itu
mungkin hanya bekerja mengelola kebun atau pun membuat kerajinan. Dia tidak
bisa memilih pekerjaan selayaknya orang yang tinggal di luar Desa Tenganan.
Karena keterbatasan ruang untuk bergerak. Maksudnya adalah tidak bisa
mendapatkan pekerjaan yang sesuai. Kalau pun bisa memperoleh sebuah pekerjaan
yang lebih baik kemungkinan hanya bisa menjadi kepala desa. Bila ada orang yang sudah menetap di Desa
Tenganan tapi orang itu memilih untuk bekerja di luar daerah Tenganan, maka
orang itu sudah di anggap bukan lagi warga Tenganan. Secara garis besar dapat
di simpulkan bahwa kehidupan di Desa Tenganan tidak membedakan status antar
warga, dimaksudkan agar tetap terjalin rasa saling memiliki antar warga Desa
Tenganan.
E. PENUTUP
Kemunculan
Bali Aga Tenganan mungkin sudah ada sejak lama. Tetap, bagi sebagian orang
tidak terlalu banyak yang tau. Di Desa Tenganan banyak terdapat keunikan. Di
samping itu desa ini juga merupakan desa tradisional yang masih memegang
teguh adat istiadat. Tradisi yang murni
terdapat di sana. Banyak pengetahuan yang bisa kita pelajari di sana. Kita bisa
belajar akan kesetaraan, rasa kebersamaan, dan gotong- royong. Rumah- rumah
yang masih tradisional tanpa ada unsur modern masih terlihat di sana. Untuk
itu, kelestarian adat istiadat di Desa
Tenganan ini wajib di jaga. Agar generasi mendatang bisa mengunjungi tempat
ini. Dengan tujuan untuk study atau pun hanya sebatas berkunjung.
DAFTAR PUSTAKA
Soekanto,Soejorno.Sosiologi
Suatu Pengantar.Jakarta:Rajawali Pers.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar